Minggu, 27 Januari 2019

Cerpen (Cinta Memilih Pergi)


Cinta Memilih Pergi

Part II
Seperti biasa di kampus aku baru saja datang dan akan masuk ke kelas namun tiba-tiba ada seseorang yang memberhentikanku di depan pintu dan bertanya
“permisi, kak maaf. Kakak kenal sama kak Rizki gak ketua kelas A” tanya perempuan itu padaku
Oh iya aku kenal tapi orangnya agak terlambat datang katanya, kenapa ya?” tanyaku pada perempuan itu
Oh iya kenalkan, kak. Namaku Puspa aku perwakilan dari BEM. Aku disuruh untuk mengundang semua ketua kelas untuk acara amal kak. Ini undangannya” sambil menyerahkan undangan kepadaku
Kalau gitu titip ke aku juga gak apa-apa. Aku bendahara di kelas ini. Namaku Riana” sambil mengulurkan tangan dan berjabat tangan.
Begitu ya kak. Yaudah aku titip aja ya. Tapi aku boleh minta nomor hp kakak dan kak Rizki kan biar bisa dihubungi” sambil mengaluarkan handphone nya
“iya boleh catat ya 08××××” aku pun memberikan nomor hpku dan nomor hp mas Rizki.
Makasih banyak ya kak. Nanti akan aku hubungi lagi. Permisi ka” sambil meninggalkan aku pergi
Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dari belakang
“Ri, itu siapa? Perasaan baru liat?” sambil menepuk pundakku
Aku yang kaget hampir saja melompat. Dan langsung menengok ke belakang  dan ternyata itu adalah “ Mas, aduh bikin kaget aja deh. Kalo dateng bilang-bilang sih” sambil memukul mas Rizki. “ itu puspa dia anak BEM mau kasih undangan buat mas Rizki buat acara amal, nih undangannya
Oohhh cantik juga orangnya ya” sambil tersenyum kecil
Idiihhh dasar genit. Baru liat sekali aja juga dibilang cantik” kataku sambil memasang muka bete
Kenapa, emang cantik kan. Kalo ganteng baru aneh haha” sambil tertawa meninggalkan aku.
Sejak datangnya undangan itu mas Rizki sibuk dengan acaranya dengan BEM dan sepertinya sudah jadi aktivitas baru untuknya. Sementara dikelas makin sering teman-teman yang meledek kedekatanku dengan mas Rizki. Entah kenapa aku jadi berpikir bahwa mungkin yang dikatakan teman-teman tentang sikap dan perlakuan mas Rizki terhadapku itu benar. Dia suka padaku, namun aku sendiri tidak bisa memastikan itu. Aku juga tidak berani berkata apa-apa padanya jika aku mulai memendam rasa padanya. Karena takut kalau itu merusak pertemanan aku dengannya.
Hari berganti dan bulan berlalu, suatu ketika aku menerima pesan dari Puspa yang sudah lama sekali tidak berkomunikasi. Dia tiba-tiba bertanya padaku
“Assalaamualaikum kak Riana apa kabar. Sudah lama ya kita tidak bertemu dan berkabar” tulis Puspa di pesan itu
“Waalaikumsalam Puspa. Alhamdulillah aku baik. Dan kabarmu bagaimana? Oh iya ada apa ya? Ada undangan acara lagi kah?” jawabku
“Alhamdulillah Puspa juga baik kak. bukan kak, bukan mau undang acara lagi tapi Puspa mau tanya. Kak Rizki itu kalau dikelas bagaimana ya kak? Atau seperti apa sih orangnya. Sepertinya kakak sahabat dekatnya kan?”
Oh mas Rizki. Dia di kelas biasa aja sih. Dia baik cuma yah suka iseng-iseng dikit. Terus kalo orangnya perhatian sama temen-temennya, tegas juga. Intinya sih orangnya baik. Emang kenapa ya kamu tanya-tanya tentang mas Rizki?” tanyaku penasaran
“Ohh gak apa-apa kak. Aku cuma penasaran aja kok. Hehe” balas Puspa
“Ohh gitu yaa. Nanti kalau ada acara lagi jangan lupa undang kelas ku lagi ya, Puspa” balas Riana
“Iya kak, pasti diundang kok” balas Puspa
            Aneh rasanya puspa yang jarang, bahkan tidak pernah chat atau whatsapp aku, tiba-tiba saja mengirim pesan padaku dan tiba-tiba bertanya padaku soal mas Rizki. Keesokan harinya di kampus. Aku pun bertanya pada mas Rizki soal Puspa dan ada apa dengannya. Mas Rizki Cuma bilang mungkin dia Cuma pengen tau aja. Atau karena kalo ketemu dia aku terlalu iseng jadi dia penasaran. Dia Cuma jawab begitu. Aku pun yang masa bodo akhirnya melupakan segalanya dan membiarkan segalanya seperti biasa. Sampai beberapa bulan kemudian tiba-tiba hp ku berdering dan ada pesan masuk yang ternyata itu dari Puspa.
“Assalamualaikum ka”
“Waalaikumsalam, apa kabar Puspa” balasku
“Alhamdulillah baik, ka. Ka Riana apa kabar?”
“Alhamdulillah aku juga baik” balasku
“Ka, maaf sebelumnya sebenarnya ada yang aku mau jelasin sama kakak soal pertamyaanku waktu itu”
“Pertanyaaan yang mana ya?” balasku bingung
“Yang aku Tanya-tanya soal mas Rizki, bagaimana orangnya”
“ Ohh, yang itu, memangnya kenapa?” tanyaku penasaran
Sebenernya begini kak, beberapa bulan yang lalu Kak Rizki bilang sama aku kalau dia suka sama aku dan dia nanya kira-kira kamu mau gak kalo dilamar sama aku. Aku bingung jawabnya aku baru aja kenal dia beberapa bulan dan tiba-tiba dia mau lamar aku kak, aku kira dia bercanda tapi beberapa minggu yang lalu dia nanya hal yang sama lagi ke aku. Waktu aku bingung jadi aku mau tanya kakak dia seperti apa orangnya selain aku juga minta petunjuk dari Allah. Dan alhamdulillah ternyata orangnya baik jadi insyaallah aku akan terima lamarannya” jawab Puspa
Aku yang membaca pesan dari Puspa terasa seperti tersambar petir mendengarnya. Entah aku harus sedih atau senang mendengarnya. Aku tak percaya kalau perasaanku selama ini terhadap mas Rizki hanya bertepuk sebelah tangan semata.
Namun aku tak mampu berkata-kata dan hanya membalas pesan Puspa “oh begitu ya. Kalau begitu selamat ya semoga acara lamarannya berjalan lancar. Mas Rizki itu orang yang baik. Tolong jaga dia ya. Aku titip mas Rizki” sambil berurai air mata.
Iya kak. Terima kasih ya” jawab Puspa
“Kalau boleh aku tau kapan lamarannya ya?”
“Insyaallah minggu depan ka, tanggal 08”
“Ohh, semoga lancar ya acaranya. Sekali lagi selamat ya”
“Iya terima kasih ya, kak”
Setelah mendapat pesan itu aku pun langsung menghubungi Dewi sahabatku untuk bertemu. Namun aku tak menjelaskan alasanku untuk bertemu dengannya. Dan kami pun bertemu. Ketika Dewi datang aku pun langsung memeluknya sambil menangis. Dewi yang bingung langsung menatapku dan bertanya.
“Ri, kamu kenapa? Kamu nangis? Ayo duduk dulu” sambil mengajakku duduk
“Wi, ternyata selama ini aku salah, kita semua salah”
“Apa yang salah? Siapa yang bikin kamu kayak gini?”
“Wi, mas Rizki wi”
“iya kenapa? Kenapa sama mas Rizki?”
“Dia ternyata udh punya calon, Wi. Dan dia mau lamaran minggu depan” jawabku sambil meneteskan air mata
“Ri, kamu gak bercanda kan?”
“Aku serius, Wi. Calonnya bahkan yang kasih tau aku”
“Ri, tega ya mas Rizki sama kamu, kok bisa dia hampir kasih harapan palsu gitu ke kamu”
“Aku gak tau, Wi. Aku bingung. Memang dia gak pernah bilang suka sama aku atau pun aku yang bilang suka sama dia. Mungkin aku yang terlalu terbawa perasaan sampai bisa ada perasaan sama dia”
“Ri, sabar ya. Tapi kamu udah Tanya langsung ke mas Rizki soal ini?”
“Aku belum tanya, dan gak berani tanya. Aku gak tau mau tanya dia gimana”
“Ri, mas Rizki itu harus tau kalau kamu itu suka sama dia. Dia harus tau dia udah hancurin satu hati wanita. Tau gak” kata Dewi yang begitu kesal
Udahlah, Wi biarin aja. Mungkin emang aku gak jodoh. Lagi pula acara lamarannya kan minggu depan, Wi. Aku gak mau hancurin semuanya” jawabku
Kamu itu terlalu sabar, Ri terlalu sabar. Kalau jadi kamu, aku pasti gak akan mau ketemu dia lagi.” sambil memelukku lagi
“Tapi biar bagaimanapun dia juga tetap temanku, Wi. Dia sahabatku”
“Riana, kamu masih mikirin dia padahal dia kan udah bikin kamu sakit hati”
“Udah gak apa-apa. Tapi aku minta tolong sama kamu jangan kasih tau siapa pun tentang ini termasuk mas Rizki. Nanti akan ada saatnya semua orang tau soal ini” sambil memengang tangan Dewi
“Terus kamu mau diem aja gitu?”
“Ya, anggap aja gak ada apa-apa, please tolong ya, Wi. Aku gak mau teman-teman kecewa. Mereka kan berharap banget aku bisa jadi sama mas Rizki, termasuk juga kamu”
“Iya, aku gak akan bilang, tapi kamu jangan sedih lagi ya. Inget aku dan teman-teman selalu ada buat kamu”
Keesokan hainya, semua tampak biasa di kelas seperti pesanku terhadap Dewi. Seakan tak pernah terjadi apapun antara aku dan kabar lamaran mas Rizki. Dan satu minggu kemudian aku pun mendapat kabar lagi dari Puspa bahwa mas Rizki sudah melamar Puspa, acaranya berjalan lancar dan pernikahannya akan dilaksanakan beberapa bulan lagi. Semua berjalan seakan tidak ada apa-apa. Sikapku pada mas Rizki juga tetap sama hanya saja aku sudah menjaga jarak dengannya.
“Ri, Riana. Hei kamu ngelamun ya?” panggil mas Rizki sambil menepuk pundakku
“Eh, enggak kok mas. Kenapa? “jawabku agak kaget
“Aku mau tanya, akhir-akhir ini kenapa sih kamu sering ngelamun, banyak diem. Kamu ada masalah ya?”
“Enggak kok mas, perasaan mas Rizki aja kali itu mah. Hehe” jawabku sambil tertawa kecil.
“Oh mungkin kali ya, yaudah deh” jawab mas Rizki sambil beranjak pergi keluar
Ternyata diluar kelas mas Rizki bertemu Dewi, dan dia menanyakan hal yang sama pada Dewi. Juga Dewi tidak mau menjawab karena dia sudah janji padaku. Beberapa minggu kemudian tiba-tiba saat istirahat mas Rizky menghampiriku.
“Ri, aku mau bicara bentar boleh? “ sambil menghampiriku
Kenapa mas ? Ada yang penting ya. Sebentar ya aku sebentar lagi selesai” sambil menulis catatan
Ikut aku sebentar ya, Ri sebentar aja” sambil mengajakku berjalan keluar kelas.
 “Makasih ya, Ri”
“Makasih buat apa?”tanyaku heran
“Makasih gak bilang ke siapa-siapa. Biar jadi surprise aku tiba-tiba nanti sebar undangan”
“Oh soal lamaran kamu sama Puspa ya?”
“Iya, Ri. Puspa kan yang kasih tau ke kamu”
“Iya mas, dia WA aku. Selamat ya, akhirnya kamu bisa menemukan nyonya Rizki juga”
“Makasih, tapi kan belum jadi nyonya. Baru calon” sambil tertawa
“Yaudah aku ke kantin dulu ya mas” sambil meninggalkan Rizki pergi
Percakapan kami pun berhenti disana, akupun mulai befikir. Apa memang mas Rizki yang tidak peka atau aku yang terlalu egois memendam perasaan padanya dan tak pernah bisa mengungkapkannya. Yang jelas semua kisah ini telah berlalu. Beberapa bulan kemudian mas Rizki jadi jarang masuk ke kampus karena sibuk mempersiapkan pernikahannya. Sampai aku dengar kabar dari dosen pembimbing kami bahwa mas Rizky mengambil cuti kuliah dan mengundurkan diri menjadi ketua kelas. Kini posisi itu digantikan oleh Doni sahabat mas Rizky. Sampai beberapa minggu kemudian mas Rizki datang ke kampus untuk mengantarkan undangan pernikahannya pada kami. Aku pun datang ke acara itu namun semua kuanggap tak pernah terjadi semua yang terjadi padaku telah berlalu cinta yang pernah singgah dihati ini ternyata sekarang teleh memilih pergi. Pergi bersama kenangan yang tak akan pernah bisa terulang kembali.

Kamis, 17 Januari 2019

Cerpen (Cinta Memilih Pergi)


Cinta Memilih Pergi

Part I
Mas Rizki,,, sini gak botolnya balikin. Iseng banget sih”
Sini ambil klo bisa” sambil berlari membawa botol minum ku
Ini lah salah satu hal yang paling membuatku paling sebal. Namaku Riana dan yang menggangguku itu mas Rizki namanya dia teman satu kelasku. Orangnya memang sangat jahil dan menyebalkan. Aku memanggilnya mas karena umurnya lebih tua dari ku. Kami satu kelas, di kelas Sore karena itulah di kelas umur kami berbeda beda. Sebagian besar dari kami sudah bekerja tetepi ada juga yang belum.
“Ri, kamu kenapa lagi? Diisengin lagi ya sama mas Rizki?” kata Dewi sambil menghampiri ku
Biasa lah, wi. Dia tuh selalu aja botol minum ku diambil sama dia” sambil mamasang muka melas aku pun duduk
“nih botolnya, tumben udh nyerah” kata mas Rizki sambil memberikan botolnya padaku
“aku cape mas, lagian gak bisa apa satu hari aja gak iseng” sambil mengambil botol minumnya
“Gak bisa, lagi juga kalo di kelas gak ada yang iseng gak akan rame. Iya gak, wi?” jawabnya sambil duduk di depanku
“Iya, iya tau. Mulai deh cari pembelaan dari Dewi. Udah sana-sana, udah mau masuk mas. Tuh liat udah ada dosen” jawabku sambil menyuruhnya pergi
“Orang nanya sama Dewi, kenapa jadi kamu yang jawab sih, Ri. Iya, iya aku pergi” sambil pergi meninggalkan aku dan Dewi
“Ri, kok kamu jutek banget sih sama mas Rizki hari ini tumben deh. Inget dia ketua kelas kamu lho, nanti kalo kamu dipecat jadi bendahara gimana? Hihi”
“Biarin aja aku lagi bete tau” jawabku kesal
“Yaudah, yaudah itu dosennya udah masuk siap-siap yuk” sambil menunjuk ke pintu
Kalau dipikir-pikir dia memang sangat menyebalkan hobinya iseng sama teman-teman, tetapi entah mengapa selalu aku yang dia paling sering ganggu padahal dari awal masuk aku tak pernah dekat dengannya karena kelakuannya yang iseng itu. Tapi teman-teman memilihnya menjadi ketua kelas. Dan aku menjadi sekretaris sekaligus bendaharanya. Mereka bilang dia cocok jadi ketua kelas karena dibalik sifat isengnya dan jailnya itu dia sangat bertanggung jawab, tapi itu sih kata teman-teman. Aku cuma bisa iya iya aja.
Waktu berlalu, dan ternyata menjadi sekertaris itu sulit apa lagi punya ketua kelas yang jahil dan agak sulit diatur. Aku jadi sering ngomel-ngomel sendiri gara-gara tingkahnya yang antik itu. Semenjak aku dan mas Riski dipasangkan jadi ketua kelas dan sekretaris dia jadi makin sering dan jahil menggangguku tapi entah kenapa aku malah semakin dekat dengan dia. Dia sering minta tolong kepada ku, dan kami jadi sering ngobrol. Aku pun jadi tahu banyak tentangnya. Kami jadi teman dekat bahkan mungkin sahabat.
Suatu hari aku sedang berjalan menuju ke kampus dan tiba-tiba dari belakang ada yang memanggilku.
“Ri, mau bareng gak?” sambil berhenti disampingku
“Eh mas Rizki, boleh bareng dong. Hehe kebetulan aku lagi cape jalan. Pas banget deh hehe” sambil tertawa kecil aku naik ke motor mas Rizki.
“Mas, kok tumben jam segini udh sampe kampus. Biasanya udah mau masuk baru datang”
“Yakin ini masih lama dari jam masuk kampus? Bukannya kamu ya yang berangkatnya telat? Coba liat jam sana?”
“Eh iya jam tanganku mati mas, aku pikir masih jam 2. Ternyata sudah mau jam 3 yaa. Yaa ampun, kalau gitu buruan mas nanti keburu masuk”
“Udah tenang aja sih nanti juga sampai kok”
Akhirnya aku sampai juga di kampus bareng dengan mas Rizki. Sesampainya di kampus aku dan mas Rizki langsung masuk kedalam kelas.
“Assalamualaikum Dewi” kata ku sambil duduk ke kursi
“Waalaikumsalam. Ri, tumben kamu baru datang? bareng sama mas Rizki lagi? Ciee janjian ya? Apa abis kondangan bareng? Hehe” jawab Dewi sambil tertawa kecil
“Apaan sih orang baru dateng juga udah diledekin aja. Aku itu ketemu mas Rizki tadi di jalan. Emang kenapa sih kok kamu bisa bilang aku habis kondangan ?, emangnya aku rapi banget ya? “ Tanyaku bingung
“Ri, tuh liat deh ke sebelah situ” jawab Dewi sambil menunjuk kearah mas Rizki
“Lho kok bajunya?” Aku menatap bingung
“Iya bajunya sama. Sama-sama batik udah gitu warnanya sama lagi. Kalian janjian ya?”
“Enggak, siapa juga yang janjian sih, Wi. Cuma kebetulan aja kali. Kamu tuh ya iseng aja deh” kataku sambil mencubit pipi Dewi
“ehhh iya ampun-ampun maaf deh. Tapi kok bisa kebetulan gitu ya. Apa jangan-jangan kalian jodoh ya? Dari nama aja udah sama tuh, sama-sama R. Riana Rizki” kata Dewi sambil berfikir
Aku pun langsung mencubit Dewi “kamu nih mulai deh jailnya. Awas yaa”
Beberapa waktu berlalu sejak kejadian itu, dan Dewi semakin sering meledek aku karena kedekatanku dengan mas Rizki. Namun entah mengapa apa yang sering dibilang Dewi benar, jika dipikirkan banyak hal yang membuat aku dan mas Rizki semakin dekat walaupun hal itu membuat aku kesal sampai bertengkar kecil dengan mas Rizki. Tak terasa pekan depan ujian semester dan teman-teman sedang ngobrol tentang ujian. Tiba-tiba kak Rani mengajak untuk nonton selepas ujian
“Temen-temen besok abis ujian main yuk, kita nonton? Mau gak?” kata kak Rani
“ Yuk mau nonton apa?” Tanyaku
“Eh tapi bentar dulu deh kita bukannya ada janji mau futsal ya bro” Jawab Doni
“Iya, kita kan mau futsal abis ujian” sambung mas Rizki
“Yah berarti gak jadi dong?” kata kak Rani
“jadiin aja sih, tapi kalian cewe-cewe liatin kita main futsal dulu ya. Baru kita nonton. Black Panther yuk” ajak mas Heru
“hmmm, berarti kita nungguin kalian pada main futsal dulu gitu?” jawab Tari
“Yaudah sih kan bentar doang cuma satu jam kok, ayo dong lagi pengen nonton nih” sambung Ardi
“Ayolah, yuk nonton” sambung mas Rizki
“Yaudah deh, jadi ya abis pulang ujian kita nonton. Jangan lupa lho” kata Tari mengingatkan.
Selepas ujian kami pun sholat dan lalu makan siang di kantin kampus. Setelah makan siang kami langsung melanjutkan ke tempat futsal untuk melihat mas Heru, mas Rizki, Doni dan Ardi main futsal. Sementara mereka bermain futsal kami duduk menoton dipinggir lapangan.
“Rani. Semangatin dong mas Herunya, diem-diem aja sih” teriak Mba Ria
“Ihh apaan sih Mba” jawab kak Rani malu-malu
“Ri, nitip kacamata ya” kata mas Rizki sambil memberikan kaca mata lalu pergi ke lapangan
“Mas, tunggu. Emang kelihatan kalo gak pake kaca mata” tanyaku bingung
“Kelihatan lah, Ri. Apalagi kalo liat kamu,,” ledek Mba Ria
“Apa sih, Mba” jawabku sambil tersenyum malu
Dewi menyolekku sambil berkata “ciee,ciee”
“ Kamu mau ikut-ikutan juga, Wi” kataku sambil memegang tangan Dewi
            Selesai mereka bermain futsal kami pun langsung menuju ke bioskop untuk nonton film, tapi sayangnya karena jalanan lumayan macet kami sampai disana terlambat dan film yang kami ingin tonton sudah mulai sejak tadi. Akhirnya kami menonton film yang berbeda dari tujuan kami. Padahal niatnya mau nonton film action tapi karena kena macet jadi telat pesan tiketnya. Daripada sudah jauh-jauh dan kami tidak jadi nonton akhirnya kami nonton film yang masih ada saat itu. Tapi yang tersisa hanya film drama romance saja. Saat ingin duduk teman-teman sibuk bertukar tempat duduk kak Rani disebelah mas Heru, mba Ria disebelah Doni, Tari disebelah Ardi dan sampai akhirnya ternyata aku tak sengaja duduk dikursi paling pojok dan disebelahku duduk mas Rizki. Sepanjang film aku cuma bete nonton sendirian karena mas Rizki malah tidur bukannya nonton, aku jadi gak ada teman ngobrol. Tapi rasanya aku bingung dan ingin tertawa karena karakter di film itu, Adit dan Tita mirip dengan karakterku dan Mas Rizki. Ditengah-tengah film aku Cuma sendirian menatap layar karena disebelahku mas Rizki tidur. Dan ketika dia bangun dan nonton filmnya dia hanya tertawa karena merasa sedang melihat dirinya dan berkata.
            “Ri, kok mirip aku ya itu. Semenyebalkan itu ya aku” sambil tertawa
            “Kamu baru sadar mas, kalo kamu itu nyebelin”
            “Hahahaha” dia Cuma tertawa
            Selesai menonton teman-teman meledekku lagi. Mereka bilang “filmnya persis kamu sama mas Rizki ya jangan-jangan kalian jodoh kayak di film itu” aku sempat sedikit terganggu dengan kata-kata itu karena merasa biasa saja terhadap mas Rizki. Tapi memang semakin lama dekat dengan mas Rizki rasanya aku semakin nyaman walaupun dengan keisengannya itu. Tapi semakin lama dipikir-pikir kenapa semakin lama mas Rizki makin sering perhatian padaku, sering ngobrol dan menceritakan banyak hal tentangnya. Setiap ada apa-apa yang terfikir olehku pertama kali juga dia. Minta tolong atau apa pun lebih sering padanya. Ada yang bilang cinta bisa datang dari benci. Tapi aku tak pernah tau kalau itu saat ini bisa terjadi padaku.
            Namun aku tak mau berfikir terlalu jauh, mungkin saja semua yang terjadi itu semata-mata karena aku dianggap sahabat, teman dan adik yang baik baginya.